Implementasi Kurikulum 2013 mulai semester genap tahun 2015 dilakukan secara terbatas pada sekolah-sekolah yang ditetapkan menjadi contoh. Tetapi, sejumlah sekolah yang baru melaksanakan kurikulum itu selama satu semester merasakan adanya upaya "pemaksaan" untuk tetap bertahan melaksanakan Kurikulum 2013.
CatatanPelajar.com-Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen diIndonesia Iwan Hermawan mengatakan, "pemerintah provinsi & kota atau kabupaten bertanggung jawab membiayai dari anggaran Pendapatan dan Belanja wilayah jikalau akan memaksakan melanjutkan Kurikulum 2013."
"Sejauh ini, hanya sekolah-sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2013 yang dijadikan contoh akan dibiayai Kemdikbud (Kementerian Pendidikan & Kebudayaan). Sekolah yang ikut-ikutan jangan hingga membebankan biaya kepada orang tua anak didik," ujar Iwan, di Jakarta, Senin (29/12).
Tetapi, guru-guru merasakan adanya perbedaan makna "himbauan" dari dinas pendidikan provinsi ataupun kota/kabupaten melalui para pengawas. Berdasarkan Iwan, pada Bandung ada kegiatan menampung aspirasi guru, tetapi dalam penerapanya, guru dihimbau agar setuju melanjutkan Kurikulum 2013. Guru ditakut-takuti, jika pulang ke Kurikulum 2006, jam mengajar akan berkurang & tidak akan mendapat tunjangan profesi guru.
Dosen Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka Jakarta, Elin Driana, menyampaikan, sebenarnya banyak kesamaan prinsip Kurikulum 2006 & Kurikulum 2013. Tidak berhasilnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006 lebih karena terhambat faktor penting, seperti kurangnya peningkatan kualitas guru, kurangnya pendampingan, & aktivitas kolaboratif.
Faktor pendukung lainnya, misalnya perubahan pola pikir dalam pembelajaran & motivasi untuk melakukan perubahan, perbaikan sarana dan prasarana penunjang, dan pemenuhan standar nasional pendidikan lainnya, pula tidak dipenuhi.